Photo by boram kim on Unsplash

Tentang hati yang gak was-was.

sya ᥫ᭡

--

Hari ini merenung, kemarin merenung, hampir tiap ada momen “AHA!” di situlah fungsi otakku selalu mencoba mengaitkan segala sesuatu. Ah, ternyata begini. Ah, mungkin maksudnya begitu. Ah, hikmahnya itu.

Kali ini aku punya pemikiran tentang hati. Hati yang tenang; hati yang gak was-was; hati yang no need to be cemas. About the reason behind an anxious. Ada perkataan, “Hati yang tenang itu hati yang selalu mengingat Allah.” Aku percaya itu, dan hari ini aku datang dengan pemikiran lain, nggak beda kok hanya menarik beberapa penjelasan lebih dekat dengan keseharian. Agar mudah dipahami. Maksudnya supaya aku lebih paham dengan pikiranku sendiri, wkwk.

Aku pribadi nggak tenang kalau ada yang tau dosa yang kulakukan diam-diam. Bukan masalah biar keliatan suci — well itu masuk pertimbangan juga sih — tapi, aku dari dulu yakin “people influence people”. Meski di bumi aku hanya manusia biasa yang efeknya tidak berpengaruh besar, aku yakin satu tindakan kita punya potensi mempengaruhi tindakan orang lain yang memperhatikan.

For example, misal aku ketahuan pacaran sementara orang di sekitar kenalnya aku anak alim yang tunduk patuh pada Allah. Mungkin dari situ, bisa muncul pemikiran, “Ah … anak ‘seperti’ dia aja berani pacaran. Sepertinya normal ya untuk ukuran di akhir zaman sekarang.”

See?

Ini ketakutanku. Takut karena ada kemungkinan dia melakukan hal yang melenceng dengan aku sebagai contoh kasus pembenarannya. Yang mana, dosa jariyah itu nyata malaikat menghitung dosanya selama dosanya terus membuat rantai.

Image buruk? Aku nggak ada masalah dengan itu — kecuali image buruk akibat fitnah — malahan aku kadang berpura-pura idiot agar orang-orang tidak menaruh ekspektasi tinggi padaku. Itu karena, dari kecil aku sering dilihat sebagai that anak baik, that anak pintar, that anak shalihah, dan banyak “that” lainnya yang sering mengekangku dari rasa wajar kalau manusia itu banyak kurangnya. Yang gak wajar itu menurutku … entahlah, I’ll think about it later lah ya.

Alright, back to the laptop. (wkwk, i just realized aku sering ngalur ngidul ngomong maupun nulisnya)

“Aku nggak tenang saat orang tau aku berbuat dosa.”

kaitannya dengan,

“Hati yang tenang itu hati yang selalu mengingat Allah.”

sebelum itu,

Pernah ngerasa was-was Allah marah karena maksiat kalian? Tentu saja lah ya, super was-was kalau aku malahan, rasanya seperti “what if sedetik setelah ini rohku dicabut keras oleh Malakul Maut?” atau “Nggak ada kepastian, ini benda-benda di sekitarku bisa nggak jatuh menimpa aku sebagai bentuk peringatan.” atau “What if ada gempa dadakan dahsyat?” dll, yah kurang lebih begitu bentuk cemas aku saat nafsu bermaksiat ini hadir.

Dan kalau nggak berhasil menghalau nafsu bermaksiat itu, mungkin kecemasan itu nggak langsung menghantui saat maksiatnya dilakukan, tapi setelahnya. Tepat setelah setan berhasil menjatuhkan kita di lubang penuh kotoran busuk maksiat.

Lalu?

Ya cemas. Banyak bentuk kecemasannya.

Bisa cemas karena putus asa manusia lebih besar dari keyakinan Allah selalu menerima usaha kembali kita. Bisa juga karena merasa diri terlalu menjijikkan sampai malu untuk bersanding dengan manusia lainnya. Bisa cemas karena sadar sekalinya tau jalan berbuat maksiat akan lebih mudah untuk melakukan yang kedua kalinya. Cemas-cemas seperti itu banyak banget terjadi, dan masih banyak jenis kecemasan lainnya akibat dari “1 dosa” tadi yang kurang lebih juga didorong karena tidak kuatnya mengingat Allah.

Wait. Sepertinya penjelasanku agak kurang nyambung dengan titik awal berangkatku, wkwk. Dimaklumi saja ya, I’ll do better next time inshaallah, karena aku menulis ini juga sambil melatih menata pikiran.

That’s all, baiiii! ^^

--

--