rumit.

sya ᥫ᭡
2 min readFeb 20, 2024

--

Photo by D koi on Unsplash

Usai menamatkan My Demon setelah mendengar review teman, ini hal yang paling sering terlintas dalam pikiranku:

“Jangan berani-berani punya anak kalau nggak siap.” (terdengar egois, memang)

Ya, Aku melihatnya menyebalkan saat Nyonya Ju berlepas tangan dari keiblisan anaknya, Noh Suk Min. Sampai-sampai teganya mengatakan, ia telah melahirkan anak iblis. (i’m just trying to see it from the son’s pov)

You know what? Kemarin temanku bercerita, apa yang diucapkan orangtua pada anak ‘kan menjadi identitas sang anak.

Menurutku, se-jahat-jahatnya seorang anak, orangtua apalagi seorang ibu, tahan-tahan dari mengucapkan hal buruk pada anaknya. Apalagi anak nggak mungkin terlahir langsung jahat, mereka sedikit banyak pasti dipengaruhi lingkungan. Semua anak terlahir suci sampai bagaimana lingkungannya mempengaruhi. Dan memberikan lingkungan yang tepat kalau bukan tugas orangtua, maka siapa yang bertanggungjawab? Kalau bukan kepedulian orangtua yang membawanya ke dunia, maka siapa yang harus peduli pada baik tidaknya sang anak?

Yang kamu tanam akan kamu tuai. Tidak ada untungnya melabelkan hal buruk pada anak, apalagi membuat sang anak mepercayai itu dalam pikirannya. Itu yang aku percaya, setidaknya sampai detik ini.

Ya, aku memang menyebalkan. Tidak apa utarakan saja, aku menyadari itu. Lebih mudah berbicara sebelum mengalaminya langsung, pastinya. Aku pun sangat mengagumi para orangtua yang sanggup mempertahankan kewarasannya menghadapi Si Kecil nan Lemah yang penuh variabel rumit. Betapa luar biasanya mereka meladeni tingkah tanpa batas itu setiap hari 24 jam dikali 7 lalu lipat 4 kali. Tanpa dasar cinta, aku pikir itu tidak mungkin bisa dilakukan. Hubungan antar orangtua dan anak, masih terlalu rumit untuk kupahami sepenuhnya.

But, still. Aku tetap percaya, jangan berani-berani punya anak kalau nggak siap.

Aku sedih, marah, merasa tak berdaya saat melihat berita maupun kisah betapa berantakannya anak-anak zaman sekarang. Aku nggak membela mereka sepenuhnya, manusia memiliki kendali atas diri mereka, tapi aku juga tidak buta bahwa hal itu bisa dicegah andai para orangtua tidak sembarangan acuh tak acuh dalam mendidik anak. Tapi, aku juga harusnya tidak boleh buta bahwa tidak semua orang berprivilese menerapkan pendidikan yang baik.

ini rumit, setidaknya saat ini untuk kupahami. sudahlah, aku tidak jadi menyelesaikan ini.

--

--